Lanjut ke konten

Foresight in State Government

Foresight in State Government
Chi, Keon S.
The Journal of State Government

“Menghadapi tekanan yang semakin meningkat dalam mengelola pemerintahan yang lebih baik, seorang negawarawan pengambil keputusan harus mencurahkan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan masa depan.” – Keon Chi

Foresight diartikan sebagai sebuah usaha yang diperuntukkan untuk melihat tujuan dan permasalahan yang akan muncul dalam suatu kebijakan untuk memberikan waktu berfikir dalam pengambilan sebuah keputusan. Aktivitas foresight meliputi perencanaan strategis dan pengebangan kebijakan jangka panjang dan selalu dibangun atas dasar konstruksi ruang kemungkinan (possible dan atau probable) dan masa depan yang diinginkan. Tujuan dari aktivitas foresight bukan memprediksi masa depan akan tetapi mempersiapkan masa depan. Aktivitas foresight menjadi pertimbangan yang penting bagi pemerintahan sebuah negara untuk berbagai alasan.
a. Pertama, Foresight dapat membantu pemimpin sebuah negara dalam mengantisipasi perubahan dalam lingkup sosial, ekonomi dan geografi.
b. Kedua, foresight dapat membantu pemimpin negara dalam mengembangkan tujuan jangka panjang dalam institusi-institusi pemerintahan.
c. Ketiga, foresight dapat membantu pemimpin negara dan manager dalam membuat sebuah kebijakan yang cukup informasi dan bijaksana melalui berbagai pertimbangan yang mendalam.
d. Keempat, foresight dapat memperkuat komunikasi dan kolaborasi.diantara tiga cabang pemerintahan (eksekutif, legislative dan yudikatif) dan publik.
e. Kelima, foresight dalam pemerintahan sangat diperlukan dalam masa kekinian yang disebut “Fend For Yourself Federalism”.
Aktifitas foresight di pemerintahan dalam dua dekade terakhir dapat dibagi dalam menjadi enam model yang berbeda : (1) State Futures Commission, (2) Executive Branch, (3) Executive Agency, (4) Legislative branch, (5) Judicial branch, and (6) Private Sector. Adapun penjelasan dari masing-masing model adalah sebagai berikut :

(1) State Future Commission Model
Contoh State future commission model
State future commission model adalah sebuah komite buatan pemerintah yang dirancang untuk bekerja diluar pemerintahan dalam waktu satu atau dua tahun untuk merencanakan tujuan-tujuan negara dan membuat rekomendasi kebijakan. Rekomendasi yang tersebut meliputi permasalahan-permasalahan demografi, perkembangan ekonomi, lingkungan, pendidikan, kesehatan, bantuan kemanusiaan, pengadilan kriminal dan pertanian. Laporan komisi dibuat berdasarkan penelitian, rapat komite, konferensi, dan survey media dan opini. State future commission model bekerja berdasarkan atas arahan eksekutif, resolusi parlemen atau sesuai undang-undang. Ukuran komite berkisar antara 30 sampai 40 dengan anggota-anggota yang ditunjuk bersama oleh pimpinan eksekutif dan pimpinan parlemen untuk menentukan kriteria dengan penuh pertimbangan.

(2) The Executive Branch Model
Dalam kasus di Amerika Serikat, gubernur di beberapa negara bagian telah berpengalaman menggunakan model ini dalam membantu mendefinisikan tujuan jangka panjang dan agenda-agenda dalam cabang eksekutif ini. Keuntungan dalam model ini adalah memungkinkan adanya pengembangan mekanisme perencanaan pertanggungjawaban seluruh negara bagian (dalam kasus negara federal) untuk perencanaan kordinasi biro dan menghasilkan rencana strategis yang komprehensif. Model ini membutuhkan kerjasama yang sungguh-sungguh antar biro dan negara bagian dibawah instruksi gubernur. Kelompok-kelompok biro dikelola sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya, kemudian dibenturkan dengan permasalahan yang mendesak pada tingkat yang lebih tinggi. Kemudian gubernur bersama pimpinan departemen mengidentifikasi permasalahan-permasalahan penting di seluruh negara bagian. Agenda masa depan dalam model ini berisi kebijakan kebijakan jangka panjang dan tujuan-tujuan setidaknya pada tujuh bidang : demografi, pendidikan, teknologi, ekonomi, pemerintahan, kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. Tugas pokok aktifitas foresight dalam model ini dilakukan oleh departeman-departemen didalam pemerintahan.

(3) The Executive Agency Model
Disebagian besar negara-negara bagian, kekurangan insentif, permasalahan pendanaan dan pergantian gubernur telah menghambat pengelola negara dalam menerapkan ativitas foresight. Aktifitas foresight dalam biro negara dapat dijelaskan secara singkat dalam dengan penekanan pada empat bidang, yakni : pengembangan ekonomi, lingkungan, pendidikan dan kesehatan. Secara sederhana aktifitas foresight dalam model ini dilakukan dengan pembentukan sebuah biro pemerintah khusus yang menangani permasahan-permasalahan penting. Di Indonesia dapat diambil contoh pembentukan komisi-komisi adhoc yang menangani permasalahan-permasalahan spesifik misal: Komisi Pemberantasan Korupsi.

(4) The Legislative Branch Model
Dalam model ini, aktifitas foresight dilakukan oleh lembaga legislative yang meliputi identifikasi permasalahan yang muncul, perencanaan tujuan, analisa dampak kebijakan, koordinasi kajian komite, evaluasi kesalahan dan keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi. Dalam praktekya model ini dilakukan dengan cara lembaga legislatif membuat sebuah komite khusus yang beranggotakan anggota parlemen yang menangani permasalahan-permasalahan tertentu. Di Indonesia hal ini berbeda dengan fungsi Alat Kelengkapan Dewan yang selama ini ada.

(5) The Judicial Branch Model
Dalam model ini, tidak berbeda dengan dua cabang pemerintahan lain yakni eksekutif dan legislative. Lembaga yudikatif juga menerapkan program foresight dalam mempersiapkan perubahan dalam Sistem Pengadilan Kriminal.

(6) The Private Sector Model
Berbagai lembaga swasta dan organisasi non-pemerintah telah membantu pemerintah dalam menerapkan program foresight. Kelompok masyarakat dibentuk untuk melakukan sebuah penelitian dan program edukasi yang mendorong pembuat kebijakan untuk mengantisipasi masa depan. Biasanya grup tersebut dibentuk dengan tujuan non-profit. Biasanya sektor privat melakukan aktifitas foresight dengan masa kerja jangka pendek hanya beberapa bulan (dua atau tiga).

Metode Foresight
Beberapa teknik dan alat digunakan dalam menerapkan foresight. Hal ini dapat diklasifikasi dalam empat hal : perencanaan tujuan, identifikasi permasalahan, trend dan analisa dan pilihan-pilihan masa depan. Adapun penjelasan dari masing-masing teknik sebagai berikut :
(1) Perencanaan Tujuan
Metode ini biasa disebut penciptaan visi atau program tujuan. Perencanaan tujuan biasanya dimulai dengan menentukan masa depan yang diinginkan kemudian diturunkan menjadi strategi-strategi target pencapaian yang sesuai dengan masa depan tertentu. Metode ini bersifat retrospective.
(2) Identifikasi permasalahan
Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan kebijakan dan masalah-masalah yang akan dihadapi negara dalam 5 atau 10 tahun yang akan datang. Metode ini membantu dalam mendeteksi early warning signals bagi pengambil kebijakan dan memfasilitasi komunikasi antara pejabat pemerintah dan masyarakat.
(3) Tren dan analisa
Metode ini sering digunakan dalam meramalkan demografi, ekonomi, teknologi dan sisal. Metode ini bekerja dengan menganalisa tren negara dalam suatu biadang tertentu dan berusaha mendeskripsikan pilihan-pilihan masa depan yang dapat dikembangkan.
(4) Pilihan Masa Depan
Metode ini digunakan dengan membuat skenario yang memuat beberapa pilihan gambaran masa depan sehingga seorang pengambil kebijakan dapat mempersiapkan situasi terburuk dan dan situasi terbaik. Pengambil kebijakan menggunakan skenario untuk melihat masa depan yang possible dan probable.

DAMPAK STRATEGI PERLUASAN JEJARING JAMAAH ANSHORUT TAUHID (JAT)

Oleh Toni Ervianto *)

Munculnya terorisme dan radikalisme tidak bisa dilepaskan dari adanya efek negatif dari globalisasi itu sendiri, khususnya terkait dengan langkah Amerika Serikat dan beberapa negara sekutunya untuk memainkan peranan penting dalam menentukan peta politik dan ekonomi dunia. Oleh karena itu, tidaklah menjadi aneh jika kemudian Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara sekutunya menjadi sasaran terorisme, hal ini disebabkan karena pasca pecahnya Uni Soviet, maka Amerika Serikat harus menciptakan “musuh baru yang menjadi musuh bersama” dimana dalam hal ini mereka menunjuk kepada Islam sebagai “musuh baru” tersebut, dan ini sesuai dengan tesis Samuel Huntington dalam “The Clash of Civilization” yang menyatakan bahwa pasca keruntuhan komunis, maka Islam menjadi musuh Barat.
Sejauh yang sudah terjadi selama ini, AS dan beberapa negara sekutunya sangat berkepentingan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik dalam negeri dunia ketiga. Bukan itu saja, AS tidak jarang melakukan tindakan militer untuk melindungi kepentingannya. Dengan kiprah dan sepak terjang dalam percaturan politik dunia yang dominan itu, menyebabkan ketergantungan dunia ketiga terhadap AS sangat besar, sehingga sangat susah untuk keluar dari dominasi dan hegemoni AS, karena jaring-jaring kepentingan AS yang sudah merasuk ke dalam berbagai sendi kehidupan bernegara.
Tragedi 9/11 memunculkan perubahan paradigma tentang “keamanan dan ancaman nasional”, khususnya bagi AS dan negara-negara sekutunya, dimana kelompok hawkish kemudian berhasil memaksa Presiden George W Bush untuk merealisasikan doktrin “pre emptive strike”, sebuah doktrin yang membenarkan AS untuk menghancurkan pihak manapun yang potensial menjadi ancaman bagi keamanan nasional mereka artinya siapapun atau negara manapun yang oleh AS dianggap “mengancam” harus dihancurkan terlebih dahulu sebelum ancaman itu menjadi kenyataan.
Sejak 1980-an, terorisme sudah menjadi salah satu istilah yang populer, disamping istilah “fundamentalisme”, “radikalisme” dan “militanisme” yang umumnya dipopulerkan oleh para pakar sosial politik Barat, yang kemudian disebar luaskan oleh media massa tanpa berusaha untuk mencari makna dari istilah-istilah tersebut. Istilah-istilah tersebut umumnya dikaitkan dengan tingkah laku politik sebagian besar komunitas Timur Tengah yang berkonotasi negatif, dalam arti tidak disukai Barat. Dengan kata lain, setiap tindakan yang sebenarnya bersifat reaktif yang dilancarkan warga Timur Tengah yang tidak sejalan atau bertentangan dengan kepentingan Barat, khususnya AS akan disebut terorisme.
Menurut Tom Pyszczynski, Sheldon Solomon dan Jeff Greenberg, Pasca 9/11 juga menimbulkan reaksi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Reaksi tidak langsung atau proximal reactions antara lain terjadi penyangkalan bahwa teroris tidak akan menyerang AS lagi, munculnya paranoid, munculnya sikap kontra teror dalam masyarakat, membuat film-film yang menunjukkan keperkasaan AS dalam rangka “lari dari ancaman teroris”, mengesampingkan kemerdekaan dalam arti bersedia untuk diperiksa, sabar menanti antrian dll.
Sedangkan reaksi yang langsung atau distal reactions adalah sebagai berikut : pertama, mulai mempertanyakan mengapa terorisme menyerang AS dan mengapa orang membenci AS ? hal ini menimbulkan reorientasi terhadap nilai-nilai AS atau keagamaan ditandai dengan meningkatnya penjualan kitab suci. Kedua, mengintensifkan rasa patriotisme dan nasionalisme, namun bukan sejati hanya untuk melindungi diri serta jika ada pengamat atau politisi yang mengeluarkan statement tidak sesuai dengan mainstream akan dilecehkan dan dijadikan musuh, dinilai tidak patriotik atau “menyalip di tikungan”. Ketiga, mengintensifkan biogetry dimana non white people dan non Christian menjadi sasaran hujatan dll di AS dan akibatnya kohesi sosial menjadi menurun di AS. Sekarang ini, biogetry sudah mulai hilang di AS, namun masih ada “hate”. Keempat, mengintensifkan perilaku yang mau berkorban untuk orang lain (tendensi altruistik) serta adanya pencarian sosok pahlawan baru. Disamping itu, masih ada gejala “us” dan “them”, sehingga kekerasan tetap muncul di AS.
Jihad di beberapa wilayah Timur Tengah mengalami perkembangan yang cukup signifikan pasca 11 September 2001. Tapi, pada dasarnya ideologi jihad telah lama tersebar disana, begitupun jamaah-jamaah yang telah mengadopsi jihad sebagai jalan perjuangan.
Abu Mu’shab As-Suri mencatat, dalam perang Afghanistan-Rusia, banyak pemuda dari berbagai negara di Timur Tengah yang datang ke Afghanistan untuk berjihad. Sebagian mereka ada yang sebagai pribadi, namun kebanyakan dari anggota berbagai jamaah jihad. Pasca perang Afghanistan, sebagian dari mereka berpindah ke medan jihad lainnya seperti Chechnya dan Dagestan. Namun, banyak juga yang kembali ke negaranya. Ini menunjukkan bahwa kader jihad telah ada dan merata di banyak negara Timur Tengah.
Oleh karena itu, ancaman terorisme ke depan tetap merupakan ancaman yang sangat mematikan, apalagi tidak menutup kemungkinan kalangan teroris sekarang sudah menguasai bio terorisme dan lain-lain. Apabila sikap sebuah bangsa atau negara yang kurang tegas terhadap ancaman teroris, maka mereka akan menjadi sasaran empuk teror apalagi oleh kalangan teroris, wilayah Asia Tenggara sebagai “the second front” perjuangan mereka.
Perkembangan di tingkat internasional tersebut, akhirnya juga terjadi di dalam negeri, di mana elit politik yang memiliki kekuasaan dengan memanfaatkan wewenang dan kedudukannya untuk melakukan penumpukan kekuatan ekonomi melalui korupsi, kolusi, nepotisme, grativikasi dll.
Indonesia pasca kejadian WTC telah menjadi mitra koalisi dalam memerangi terorisme bersama dengan Amerika Serikat. Salah satu bentuk respons cepat juga telah dilakukan Indonesia khususnya dengan mengeluarkan UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, terutama pasca kasus bom Bali.
Perkembangan situasi dan kondisi baik di tingkat internasional maupun nasional tersebut, telah menjadi trigger atau pemicu bagi organisasi semacam JAT berubah menjadi gerakan yang mencoba mempromosikan Islam secara kaffah dalam rangka merespons situasi dan kondisi tersebut dengan gencar mempromosikan atau memperjuangkan dasar-dasar negara harus berdasarkan syariat Islam, di mana ambisi ini mendapatkan simpatisan dan dukungan dari elit politik dan massa Islam dari kelompok organisasi tertentu yang selama ini berjuang mewujudkan negara Indonesia menjadi negara Islam.

*) Penulis adalah mahasiswa pasca sarjana Universitas Indonesia. Tinggal di Jakarta Timur. Email : toniervianto@gmail.com

MEMAHAMI ANCAMAN BIOTERORISME

Oleh : Toni Ervianto*)

Ancaman terorisme ke depan tampaknya semakin kompleks, karena mereka tidak hanya melakukan serangan terror dengan cara-cara yang konvensional, namun perkembangan terkini dari ancaman terorisme adalah mereka sudah mampu untuk melakukan serangan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, biologi dan sebagainya yang dikenal dengan istilah bioterorisme.
Penggunaan bioterorisme dipandang sebagai langkah dan strategi yang “menguntungkan” bagi kalangan teroris, karena sasaran yang terkena hampir dipastikan akan menemui kematian, nuansa teror yang dikeluarkan atau ditimbulkan tidak kalah dengan teror dengan menggunakan bom serta serangan dengan bioterorisme tidak membahayakan bagi kalangan teroris itu sendiri.
Bioterorisme dapat dilakukan dengan menggunakan bahan biologi sebagai senjata seperti bakteri, virus, toxin, jamur dan ricketsia. Dengan bahan-bahan biologi seperti itu, maka kemungkinan untuk diperoleh di tengah masyarakat atau pasar, sehingga bisa dibayangkan serangan terror dengan menggunakan bahan biologi akan mudah dilakukan.
Meskipun demikian, bioterorisme tidak hanya dilakukan oleh organisasi teroris saja. Ancaman bioterorisme juga bisa dilakukan oleh negara-negara besar dalam rangka memperkuat hegemoninya, terutama dalam rangka menguasai sumber daya alam, sehingga ada kemungkinan bioterorisme juga digunakan untuk mengurangi populasi umat manusia di dunia, dimana indikasi terhadap hal ini juga mulai menemui kebenarannya,dimana rakyat di beberapa negara di Afrika selalu dijadikan “kelinci percobaan” untuk dilakukannya tes terhadap penemuan-penemuan obat-obatan yang baru diproduksi oleh negara-negara Barat. Menurut Wang Xiang Jun, bisa jadi bahwa pengurangan populasi atau penduduk dengan jalan wabah penyakit dan perang adalah strategi equilibrium population.
“Kutukan” Robert Malthus seorang pakar matematika dan pendeta dalam Essay on the Principle of Population (1978) yang semula dianggap gila mengatakan bahwa populasi penduduk meningkat menurut deret ukur berlipat dua setiap 25 tahun jika tidak dikendalikan, sementara produksi pertanian meningkat menurut deret hitung yang jauh lebih lambat. Kontrol ini dapat dilakukan secara sukarela seperti pengaturan kelahiran, berpantang sanggama atau menunda pernikahan atau secara terpaksa melalui bencana perang, kelaparan dan penyakit melalui bioterorisme.
Inilah sebenarnya yang menjadi salah satu “entry point” mengapa ancaman bioterorisme ke depan tidak bisa dipandang sebelah mata. Perang melalui bioterorisme sangat efektif, karena hasilnya jelas dan kemungkinan untuk terkena tuduhan pelanggaran HAM atau extra ordinary crimes juga sulit untuk dibuktikan.
Disisi yang lain, masyarakat Indonesia mulai dari grassroots sampai elit politik secara demografi masih memiliki tingkat kesadaran yang sangat rendah akan ancaman bahaya senjata biologi.
Secara politik, di tingkat nasional ternyata “kepedulian politik” Indonesia terhadap permasalahan senjata biologi masih sangat parsial. Political will dari pemerintah masih belum signifikan, terlihat dari masih sektoralnya penanganan masalah senjata biologi. Dengan semakin nyatanya ancaman senjata biologi, permasalahan ini perlu diangkat ke tingkat nasional dengan melibatkan Presiden dan DPR-RI serta DPD RI secara langsung.
Sementara itu, kesiapan masyarakat bila seandainya ada serangan senjata biologi juga belum sepenuhnya ditangani dengan baik oleh pemerintah/negara.

ANCAMAN BIOTERORISME

Ancaman bioterorisme menjadi sebuah kenyataan tersendiri dari perkembangan terorisme secara non konvensional, manakala sekarang ini ada kemampuan kalangan teroris dengan mudah untuk memperoleh bahan-bahan kimiawi, biologi,r adiologi dan nuklir setelah pecahnya Uni Soviet maupun lebih luasnya ketersediaan informasi yang diperlukan untuk memproduksi dan membuat senjata dari zat-zat biologis, merupakan sumber keprihatinan yang utama dari semakin maraknya bioterorisme.
Amerika Serikat sendiri juga tidak luput dari serangan bioterorisme, setidaknya pada tahun 1984, Kota Oregon diserang oleh kelompok radikal dengan menggunakan zat racun makanan salmonella untuk mencemari bar-bar salada dalam usaha untuk mempengaruhi pemilihan umum setempat. Kelompok teroris ini memilih zat untuk melumpuhkan bukan untuk mematikan, sehingga serangan mereka berhasil membuat sakit sebanyak 751 orang, tetapi tidak ada yang mati. Kemudian dalam tahun 1994 dan 1995, empat pria Minnesota semuanya merupakan anggota kelompok ekstrim anti pemerintah bernama Minnesota Patriot Council adalah orang-orang pertama yang dihukum karena memiliki sebuah zat biologis yang digunakan untuk senjata menurut UU Anti Terorisme Senjata-Senjata Biologis tahun 1989. Meski rencana Minnesota Patriot Council itu tidak pernah dilaksanakan, kelompok itu sangat dipengaruhi oleh ideology ekstrimis sayap kanan Christian Identity, mirip dengan ideology yang mendorong pengeboman Oklahoma City oleh mantan anggota tentara Angkatan Darat Amerika Serikat, Timmothy Mc Veigh.
Ancaman bioterorisme dapat terjadi juga disebabkan karena mudahnya untuk mendapatkan zaat-zat biologis, terutama yang disediakan oleh negara-negara sponsor teroris yang dapat memiliki zat-zat semacam itu dapat berfungsi sebagai calon sumber mendapatkan bahan-bahan biologi bagi kelompok terror.
Pemanfaatan teknologi yang relatif canggih oleh teroris bukan saja mampu menjadi bukti keterlibatan negara dalam serangan itu, melainkan kelompok-kelompok teroris itu dapat juga sangat sulit dikendalikan dan mungkin dapat berbalik menggunakan teknologi yang diberikan itu untuk melawan negara sponsor itu sendiri.
Sumber lain yang mungkin untuk memperoleh zat-zat biologis untuk peperangan adalah membeli atau mencuri dari laboratorium-laboratorium yang ada kaitannya dengan program-program senjata biologi tingkat pemerintah. Adanya teknologi informasi dan internet membuat ketrampilan yang dibutuhkan untuk berhasil menyediakan biakan-biakan zat biologis tersedia secara lebih luas.
Pada umumnya, ada dua scenario bagi serangan bioteroris. Salah satunya adalah penyampaian skala kecil dengan cara relatif kasar seperti cara-cara surat-surat anthraxs tahun 2001, yang berhasil menimbulkan gangguan dan kepanikan missal, tetapi tidak memiliki kemungkinan untuk menimbulkan kerusakan yang berarti dalam rangka hilangnya nyawa manusia. Skenario lain adalah serangan dengan korban missal, yang kemungkinannya jauh lebih kecil, tetapi memiliki potensi untuk menimbulkan bencana.
Salah satu skenario populer bagi sebuah serangan bioteroris adalah pencemaran masal atas cadangan air sebuah kota. Cara lainnya adalah zat-zat patogen itu dapat dimasukkan ke dalam tangki-tangki penampungan, yang digunakan untuk mencegah kekurangan air selama jam-jam pagi dan petang.
Skenario berikutnya adalah penyebaran zat tidak menular seperti anthraks ke udara terbuka. Antraks adalah contoh pertama senjata biologis, zat ini relatif mudah membuatnya, sangat ganas dan infeksinya tidak menular, jadi wabahnya tidak akan menyebar di luar mereka yang langsung terkena. Yang paling penting, antraks membentuk spora-spora yang sangat kuat ketika diterpa tekanan-tekanan lingkungan, dan spora-spora ini mempermudah proses dan pembuatan senjata dengan bahan tersebut. Antraks dapat diangkut dalam bentuk cair atau bubuk.
*) Penulis adalah mahasiswa pasca sarjana Kajian Strategis Intelijen, Universitas Indonesia. Tinggal di Cilangkap, Jakarta Timur.

Upacara HSP di Makodim Abdya Berlangung Khitmad

BLANGPIDIE – Sementara itu, peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke – 83 tahun 2011 di Lapangan Makodim 0110 / Abdya, Jumat (28/10) , berlangsung khidmat. Bertindak selaku inspektur upacara oleh Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0110/Aceh Barat Daya (Abdya) Letkol ARM E Dwi Karyono AS, dengan komandan upacara T Rinaldi, Ketua Pengurus Cabang Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (PC-FKPPI) Abdya.
Dalam upacara yang turut diikuti oleh Wakil Ketua I MPU Abdya Tgk Said Marwan Saleh, Plt Ketua DPRK Abdya, Elizar Lizam SE.Ak bersama anggotanya, Ketua DPC – PERTI Abdya Drs Tgk H T Burhanuddin Sampe, Koordinator PTM Abdya Drs H Ridwan Adamy MM, Ketua Partai Politik H Syamsidik Ibrahim, personil Pembela Tanah Air (PETA) Abdya, Forum Komunikasi Anak Bangsa (Forkab) Abdya, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Abdya, Ormas, beserta sejumlah OKP itu, Letkol ARM E Dwi Karyono AS mengajak seluruh pemuda Abdya untuk terus bersatu padu dalam mengejar pembangunan di Kabupaten Aceh Barat Daya.
“Dalam kesempatan ini saya mengajak pemuda Abdya untuk terus menyatukan tekat dalam membangun Abdya, sisihkan perbedaan dan sosong masa depan Abdya yang lebih cerah,” seru Damdim 0110 / Abdya Letkol ARM E Dwi Karyono AS. Dalam kesempatan itu juga, Dandim 0110/Aceh Barat Daya mengajak pemuda Abdya untuk terus bersama-sama menjaga kondisi kondusif di kabupaten Aceh Barat Daya. Selain itu Dandim juga mengajak kepada segenap lapisan masyarakat untuk mengikuti proses Pilkada sesuai dengan apa yang telah ditetapkan pemerintah.
Reza Mulyadi, selaku ketua pelaksana upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke – 83 tahun 2011 Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Abdya kepada Serambi menjelaskan, dilaksanakan upacara terpisah dengan Pemkab Abdya dikarenakan pihaknya merasa disihkan oleh Pemerintah daerah dalam setiap kegiatan, hal itu dibuktikannya dengan tidak hadirnya satupun perwakilan dari Pemkab Abdya pada acara pelantikan pengurus KNPI Abdya beberapa waktu lalu.
“Makanya, kami dari KNPI beserta OKP-OKP membuat upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke – 83 tahun 2011 di Makodim Abdya, dengan inspektur upacara oleh Dandim 0110/ Abdya Letkol ARM E Dwi Karyono AS, dengan komandan upacara T Rinaldi, Ketua PC-FKPPI Abdya,” jelas Reza Mulyadi yang juga anggota DPRK Abdya itu.
Sementara itu, dalam ikrar pemuda Abdya yang dibacakan oleh M Idris S.Hi selaku pengurus KNPI Abdya yang isinya terdiri dari sembilan poin itu, dua poin yang terpenting diantaranya pemuda-pemudi Abdya siap menyukseskan dan mengamankan pesta demokrasi di bumi Breuh Sigupai dan para pemuda Abdya berjanji siap menjaga perdaiaman di bumi Aceh sesuai dengan perjanjian damai MoU Helsinky dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.(tz)

ALIANSI RAKYAT

Gerakan 28 Oktober :
Akhiri Rezim SBY Mahasiswa Akan Bergerak Dari Salemba ke Istana
Jumat, 28 Oktober 2011 07:41

Jakarta, Seruu.com – Hari ini 28 Oktober 2011 bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda, Jakarta dikabarkan akan dipenuhi oleh puluhan hingga ratusan ribu orang yang menuntut berakhirnya rezim SBY-Boediono. Sejumlah elemen mahasiswa sendiri sudah mengkonfirmasi keterlibatan mereka dalam aksi tersebut. Jalur bersejarah yang dipakai mahasiswa sejak 1966 hingga 1998 akan kembali dilewati oleh ribuan mahasiswa yang percaya bahwa perubahan harus diperjuangkan

“Untuk semua elemen mahasiswa dan pemuda yang berkordinasi dengan posko konsolidasi ini, kami akan bergerak dari Salemba, Tugu Tani dengan target Istana Negara itu jalur bersejarah yang sudah sejak 66 disusuri oleh mahasiswa untuk memperjuangkan aspirasi mereka ke Istana,” tutur Jati, humas Posko Konsolidasi Mahasiswa di depan YLBHI Jakarta, Jumat (28/11/2011).

Pantauan seruu.com sejauh ini keadaan di Posko yang sejak kemarin hingga dini hari tadi ramai oleh sejumlah simpul mahasiswa yang terlihat menggelar konsolidasi akhir pra aksi terlihat sudah memulai aktivitasnya lagi.

Rencananya mahasiswa akan mulai berkumpul di kawasan tersebut sejak pukul 09.00 pagi. Sejauh ini tidak ada aktivitas penjagaan yang cukup berarti dari aparat kepolisian di sekitar jalan Kimia raya, namun dibawah jembatan seberang Megaria sejumlah mobil patroli polisi nampak diparkir. [yogi setiawan]

Diduga “Menkeu Boediono” melakukan crime policy

KopiOnline (Jakarta) – Dugaan manipulasi pajak besar-besaran Bank Mandiri (BM) senilai Rp 2,2 triliun menyeret nama-nama hebat, mantan Menteri Keuangan Boediono, sekarang Wakil Presiden, dan mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo, kini menjabat Ketua BPK. Harian Sinar Harapan (04/10/10) mengutip Sekjen APPI Sasmito Hadinagoro, mengatakan, “Ada crime policy melalui rekayasa sistemik penyisipan pasal, sehingga ada penghapusan pajak senilai Rp 2,2 triliun. Negara, bahkan masih dirugikan dengan pemberian restitusi pajak senilai Rp 363 miliar kepada BM.”

Saat itu (2002-2003) Bank Mandiri berencana go public melalui mekanisme IPO (Initial Public Offering – pelepasan saham perdana). Penghapusan tersebut dilakukan untuk merekayasa agar pembayaran pajak Bank Mandiri lebih rendah dari yang semestinya. Ketika bank negara terbesar itu melakukan IPO, untuk membayar pajaknya menggunakan nilai pembukuan bukan nilai pasar. Namun prospektus yang ditawarkan menggunakan nilai pasar agar sahamnya menarik.

Menurut Sasmito, sebagai penguasa yang punya wewenang di bidang pemasukan Negara, mereka (Boediono dan Hadi Purnomo) membuat kebijakan yang seolah-olah dapat dibenarkan secara hukum. Padahal yang terjadi kecerobohan-kecerobohan yang diduga dilakukan dengan sengaja, sehingga membobol keuangan negara. Sebab yang mereka lakukan saat itu penghapusan dirugikan sebesar Rp 2,2 triliun. “Kasus ini jelas big fish, jauh lebih besar ketimbang kasus Gayus Tambunan (GT), tetapi luput dari perhatian penegak hukum,” kata Sasmito, pendiri dan ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Keuangan Negara (LPEKN), dalam wawancara dengan GARDA pekan lalu.

Kata Sasmito, fenomena GT terjadi karena dia merasa tidak punya beban melakukan kejahatan pajak, mungkin melihat bos-bosnya di Ditjen Pajak dan Departemen Keuangan berbuat kejahatan (white color crime) yang jauh lebih besar. Apa yang dilakukakn GT hanya kejahatan gratifikasi, menerima imbalan uang sebagai bentuk ucapan terima kasih. Sedangkan yang dilakukan oleh bos-bosnya crime policy (kejahatan kebijakan). Mereka melakukan rekayasa sistemik dalam konteks kejahatan kerah putih untuk membobol keuangan negara.

Pengadilan pajak

BM yang menanggung kewajiban mmbayar pajak sebesar Rp 2,2 triliun, mengajukan keberatan kepada Pengadilan Pajak atas beban pajak yang dikenakan kepadanya. Sebagai layaknya wajib pajak, BM mengajukan keberatan, tanggal 31 Desember 2002, membayar ke kas 50 % dari total jumlah pajak yang ditetapkan, yakni sebesar Rp 1,1 triliun. Namun setelah dilakukan auditing (penghitungan), Direktorat Jenderal Pajak menolak. Perkembangan menjadi lain, ketika terjadi mutasi di lingkungan Departemen Keuangan, termasuk Ditjen Pajak.

Direktur Jenderal Pajak yang baru, Hadi Purnomo (sekarang Ketua BPK), hanya 4 bulan kemudian, menerbitkan keputusan yang membebaskan BM dari kewajiban pajak berjumlah Rp 2,2 triliun. Hadi merujuk keputusannya pada keputusan Menteri Keuangan tahun 2003 yang ketika itu dijabat oleh Boediono, sekarang Wakil Presiden RI, yang menyisipkan pasal 4 A dalam Keputusan Menteri Keuangan pendahulunya, Bambang Subianto. Menurut Sasmito, keputusan tersebut benar-benar aneh dan patut dicurigai telah terjadi crime policy, tetapi lolos dari perhatian aparat hukum.

Padahal dengan menyisipkan pasal 4 A, bank negara terbesar itu bebas dari kewajiban membayar pajak, negara pun kebobolan Rp 2,2 triliun. Ironisnya, sampai akhir Desember 2002, status SKPKB BM yang masih dikenai ketetapan pajak sebanyak itu, hanya dalam tempo 4 bulan mendapatkan restitusi (pengembalian kelebihan bayar pajak penghasilan, red) sebesar Rp 363 miliar.

Sasmito mencermati adanya intellectual fraud (kecerobohan intelektual) di mana kedua pejabat negara tersebut, melalui rekayasa sistemik, menyisipkan pasal 4 A tersebut. Kepmenkeu itu berlaku sejak tanggal ditetapkan, 14 Mei 2003. Sasmito menanyakan kepada para ahli hukum dan pakar-pakar lainnya tentang Kepmenkeu Boediono tersebut. Jawaban mereka, keputusan Boediono seharusnya tidak berlaku bagi ketetapan penghapusan pajak BM. “Tetapi nyatanya, BM dibebaskan dari penetapan pajak Rp 2,2 triliun, bahkan mendapat restitusi,” kata Sasmito terheran-heran.

Belakangan, setelah Menteri Keuangan dijabat Yusuf Anwar pasal 4 A yang disisipkan di antara Pasal 4 dan Pasal 5, dihapus dan dikembalikan ketatanan Kepmenkeu sebelumnya. “Jadi Kepmenkeu Boediono itu boleh dibilang surat keputusan sekali pakai, modusnya sama seperti Bank Century, yaitu hanya untuk satu bank saja. Tetapi Boediono membuat kesalahan dalam SK yang menyelipkan Pasal 4 A, disebutkan berlaku sejak tanggal ditetapkan (14 Mei 2003), sedangkan transaksi Bank Mandiri sudah terjadi sebelum itu” kata Sasmito. (GRD/KOP/ed/sy)

Aksi Ala Preman Anggota DPRK Abdya dari Partai Demokrat Terhadap Kader Partainya

BLANGPIDIE –Diduga akibat terkena bogem mentah dari Nasrullah Us, anggota DPRK Abdya dari Partai Demokrat, menyebabkan Sumitro (39) warga Gampong Pasar Kota Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya, yang tak lain adalah kader Partai yang sama dan warga yang sama dengan pelaku, harus berbaring dan menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdya.

Sumitro yang hingga Kamis (10/3) kemarin masih menjalani perawatan intensif di ruang Nanas RSUD Abdya, kepada Realitas, mengaku bahwa insiden pemukulan yang menimpa dirinya itu terjadi pada Rabu (9/2) kemarin sekira pukul 13.20 WIB, bertempat di Sekterariat SIGAPP Jalan Iskandar, Gampong Keude Paya, Kecamatan Blangpidie. “Awalnya saya dipanggil oleh si Nas (panggilan Nasrullah Us-red), katanya ada yang mau diomongin. Namun saya menjawab kalau sekarang saya sedang berada di Sekret SIGAPP. Beberapa saat kemudian dia pun menjumpai saya di sekret dan mengeluarkan kata-kata, apa kamu menganggap dirimu tokoh, dan apa yang sudah kamu perbuat untuk Abdya,” kata Sumitro mengutip pembicaraan Nasrullah kepada dirinya. “Lantas saya menjawab, saya tidak merasa diri saya tokoh,” jawab Sumintro.

Namun setelah jawaban itu keluar dari mulut Sumitro, sontak saja luncuran bogem mentah Nasrullah mendarat kebagian rahang kiri Sumitro hingga mengalami goresan dan pembengkakan kecil dibagian rahang kiri yang diduga akibat terkena gesekan cincin yang dikenakan Nasrullah di jari kanannya itu. Pasca kejadian itu dirinya masih bisa ngumpul sama rekan-rekannya di sekret. Namun beberapa saat kemudian, dia mulai merasa pusing dan terasa sakit dibagian rahang kiri yang diduga akibat tonjokan bogem mentah Nasrullah. “Pada hari itu juga saya memeriksa diri dan melaporkan prihal tersebut ke pihak berwajib untuk ditindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku,” kata Sumitro yang terlihat berbaring lemas di ruang Nanas RSUD Abdya ketika ditanyai Realitas.

Sumitro yang tak bisa banyak komentar akibat kondisi tubuh melemas itu juga tak menjelaskan latar belakang terjadinya insiden pemukulan terhadap dirinya itu. Dia cuma menjelaskan kronologi itu tanpa merincikan duduk persolan yang sebenarnya. “Saya dipukul sebanyak satu kali dibagian rahang sebelah kiri. Namun penyebab kenapa dia begitu marah dan mengamuk kepada saya, saya sendiri tak tahu,” katanya.

Ketua DPC Partai Demokrat Abdya, Khairuddin Ibrahim yang ikut membezuk Sumitro bersama Keuchik Pasar Blangpidie Nasruddin, Kamis (10/2) mengaku menyesalkan terhadap sikap yang ditunjukkan Nasrullah Us itu. Menurutnya tindakan ala “Preman Pasar” yang diperlihatkan Nasrullah Us itu harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Sebab menurutnya tindakan seperti itu tidak bisa dibenarkan kendatipun Nasrullah Us juga kader dari partai Demokrat.

“Saya selaku Pimpinan Partai Demokrat Abdya menegaskan bahwa Partai Demokrat itu bukan Partai pereman sehingga jangan menunjukkan sikap anarkis kepada masyarakat. Partai kita ini adalah partai yang santun sebagaimana disampaikan Pak Anas Ubaningrum. Oleh karena itu kita berharap kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dan menindak tegas siapapun yang melanggar aturan hukum,” katanya.

Desakan supaya persoalan tesebut diselesaikan sesuai aturan hukum, menurutnya agar kejadian yang sama tidak terulang lagi di kemudian hari. Sebab partainya juga tindakan menerima jika ada kadernya bersikap anarkis kepada masyarakat dan rekan sekader. “Saya tidak akan membela siapa yang salah. Namun yang saya sesalkan kok anggota dewan bertindak anarkis kepada rakyat yang diwakilinya, apalagi korban ini juga kader separtai dengan dia,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Nasrullah Us yang di konfirmasi wartawan secara terpisah menjelaskan bahwa insiden pemukulan tersebut bukan dilatar belakangi oleh unsur politik ataupun berkaitan dengan aksi SIGAPP, melainkan dia merasa nama baiknya dicemarkan oleh Sumitro yang tak lain adalah kader satu partai dengan dirinya. “Sebenarnya kejadian itu bermula dari percakapannya dengan rekan-rekan wartawan. Dimana pada Selasa (8/3) malam rekan wartawan itu menghubungi Sumitro di depan saya dan rekan-rekan lainnya. Saat itu wartawan tersebut bilang, Sumitro bang Nas merasa kecewa dengan kamu. Lantas dia (Sumitro) langsung menjawab, pantas lah dia kecewa karena tidak berhasil meng gol kan Akmal di Partai Demokrat, makanya dia malu karena uang sebesar Rp 150 juta sudah di ambil sama Akmal,” kata Nasrullah mengutip tuduhan Sumitro dalam percapannya via telpon dengan wartawan dimaksud.

Karena tak terima dengan tuduhan tersebut, Nasrullah pun kemudian mencoba mengirim SMS kepada Sumitro guna menayai prihal yang disampaikan kepada wartawan dimaksud. Sebab Nasrullah sendiri merasa tidak pernah mengambil uang sebesar Rp 150 juta sebagaimana yang dituduh dan disampaikan Sumitro kepada wartawan dimaksud. “Namun sms yang saya kirim itu tak dibalasnya, kemudian saya mengirim sms yang kedua kalinya yang isinya, Pak Sumitro saya Nasrullah rekan bapak di Partai Demokrat. Akan tetapi sms itu juga tak dibalasnya. Barulah kemudian saya menelpon ternyata Hp-nya sudah tak aktif, Kemudian saya sms lagi, besok saya ketemu Pak Sumitro, ” jelas Nasrullah menceritakan kronologi tersebut.

Namun keesokan harinya ketika Nasrullah masih tertidur lelap dan mengaku lupa dengan sms tersebut, tiba-tiba sekira pukul 11.00 WIB, masuk sms Sumitro yang isinya menyakanan prihal apa Nasrullah mengajak dia ketemu. Dan di sms itu juga dia mengaku hendak ketemu ketua DPC Partai Demokrat Abdya. “Kemudian dia bilang dia ada di sekret SIGAPP. Pada saat itu saya tidak sedikit pun berencana hendak memukul dia, cuma saya hanya ingin mengajak dia ke Café tring gadeng dekat kantor Harian Serambi untuk menanyakan prihal yang disampaikan kepada wartawan tersebut. Namun dia berdalih bahwa dia lagi sibuk dan menganggap sinis omongan saya,” kata Nasrullah Us.

Karena pembicaraannya tak dihiraukan dan dianggap sinis oleh korban, Nasrullahpun naik pitam dan melayangkan bogem mentah di bagian rahang kiri korban sebanyak satu kali. “Saya merasa tersinggung dan tak dihargai oleh yang bersangkutan, sebab setiap pembicaraan saya tak digubris dan terkesan nyeleneh serta meremehkan saya, makanya membuat amarah saya memuncak dan memukulnya sebanyak satu kali,’ jelas Nasrullah Us.

Menurut Nasrullah Us, jika Sumitro bersikap bijak dan mau meluruskan persoalan tersebut secara baik-baik otomatis kejadian tersebut tidak akan terjadi. Sebab dia sendiri tidak pernah berencana untuk memukul Sumitro, namun dia hanya ingin meluruskan persoalan yang dianggap telah mencemarkan nama baiknya selaku anggota dewan dari Partai Demokrat. “Kalau anda dituduh kemudian ketika kita klarifikasi dia malah bersikap nyeleneh dan cuek saya rasa andapun akan marah. Coba saja kalau dia bersikap dewasa dan meluruskan persoalan itu secara bijak pasti kejadian itu tak bakalan terjadi. Apalagi saya selaku anggota dewan juga merasa malu dengan tindakan seperti itu,” katanya.

Kendati demikian Nasrullah mengaku siap jika persoalan itu dilaporkan kepihak berwajib, namun demikian diapun akan melaporkan Sumitro kepihak berwajib terkait tuduhan dan pencemaran nama yang disampaikan Sumitro kepada wartawan dimaksud. “Kalau dia mau menyelesaikan persoalan tersebut melalui jalur hukum sialakan saja, sebab Negara kita kan Negara hukum. Namun demikian saya juga akan melaporkan dia terkait tuduhan dan pencemaran nama baik saya yang dilantarkan kepada wartawan tersebut,” katanya.

Dia juga mengakui sempat merekam percakapan Sumitro dengan wartawan tersebut, dan menurutnya rekaman itu sewaktu-waktu akan digunakan sebagai alat bukti di kepolisian untuk melakukan tuntutan balik terhadap yang besangkutan. “Saya sempat merekam percakapannya dengan wartawan dimaksud. Karena saat itu saya berada bersama beberapa wartawan sedang makan-makan disalah satu warung di Blangpidie. Jadi itu akan jadi alat bukti bagi saya untuk melaporkannya kepolisi. Sebab percapan itu juga turut disaksikan bebrapa wartawan, ” pungkasnya.

Kapolres Abdya AKBP Drs Subakti yang dihubungi wartawan mengaku sudah menerima laporan pengaduan dari korban Sumitro dan sekarang masih dalam pemeriksaan saksi-saksi. “Sudah dan sekarang masih dalam pemeriksaan saksi-saksi,” tulisnya AKBP Drs Subakti melalui pesan singkatnya.(CB news-ny)

TKW Darsem : Impossible For Survival

*) Satryo Soetodiwirdjo

”Seandainya Aku punya sayap, Terbang Terbanglah aku, tiada lagi keadilan Untuk Apa Aku Disini”

Lirik lagu diatas nampaknya pantas ditujukan bagi TKW asal Subang bernama Darsem yang saat ini sedang berada diujung tanduk akibat vonis hukuman pancung yang harus dijatuhkan atas tuduhan pembunuhan berencana terhadap majikan di Saudi Arabia.

Darsem adalah seorang pahlawan devisa dari sekian banyaknya TKI yang juga mengadu nasib atau mencoba mengubah kondisi perekonomian keluarga mereka, pastilah tidak mudah bekerja jauh dari negeri sendiri dan terpisah dari sanak keluarga mereka, di saat mereka merindukan kehangatan di saat berada dengan sanak keluarga mereka, mungkin mereka dapat merasakannya lagi setelah 1tahun bisa pula bertahun-tahun mereka baru bisa merasakan kehangatan di keluarga mereka. Tapi malang sekali nasib seorang Darsem di negeri orang di saat dia harus bergumul dengan kerasnya kehidupan demi menopang kehidupannya dan keluarga seorang Darsem kini sedang tertimpa musibah, Pemerintahan Arab saudi menjatuhkan sebuah hukuman yang kalau kita pikirkan dari lubuk hati kita pasti sangat mencengangkan, Darsem harus membayar denda sebesar 4,7Milyar bukan jumlah yang sedikit, Hal ini bisa kita katakan Impossible for Survival , maka jika Darsem tidak dapat membayar denda maka darsem akan di jatuhkan hukuman pancung(mati) sungguh ironis sekali nasib yang menimpa saudara kita di negeri orang.

Semua ini bermula karna kasus permerkosaan yang akan terjadi pada dirinya, menurut pengakuan Darsem majikannya di tempat dia bekerja ingin melakukan tindakan di luar pikiran Darsem yaitu majikankannya melakukan tindakan pemerkosaan terhadap dirinya, karna darsem ingin membela harga dirinya sebagai perempuan dan dalam keadaan panik dia menusuk majikannya dengan menggunakan sebuah pisau yang akhirnya menewaskan majikannya.

Potret hidup yang sungguh tragis menimpa anak negeri, dan ini tentunya menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemimpin negeri ini untuk berpikir lebih dalam dalam hal pengentasan kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga tidak perlu lagi banyak TKI yang harus mengadu nasib di negeri orang yang belum diketahuinya baik dan buruknya.

Kembali lagi pertanyaan kita tujukan kepada Menakertrans RI apa yang sudah anda lakukan? nyatanya masih terjadi ketidak adilan bagi anak negeri yang merantau, apakah memang selamanya bangsa ini hanya mampu mencetak tenaga kerja sebatas buruh kasar, atau apakah tidak mampu kita mencetak tenaga kerja profesional sehingga ketika merantau bukanlah lagi menjadi bangsa budak di negeri orang. Jangan ada lagi Darsem jilid II ini tentunya yang kita harapkan namun hal ini tidaklah mudah mengingat kurangnya perhatian Pemerintah untuk memberikan peluang kerja dan pendidikan yang layak bagi masyarakatnya. Selain itu juga begitu banyak pengusaha dalam negeri yang sudah tidak lagi memprioritaskan bangsanya sendiri sebagai pekerja malahan mencari tenaga kerja asing dengan alasan lebih bergengsi, berkualitas dan profesional. Hal inilah menjadi landasan berpikir kita bersama selain kita dijajah secara tidak langsung oleh Bangsa asing namun pengusaha pengusaha kita juga ikut menjajah kesempatan anak negeri ini untuk mendapatkan pekerjaan.

Potret Darsem inilah yang perlu dijadikan pijakan nasional pemerintah untuk kedepannya menyetop penyaluran TKI keluar negeri, sekalipun gubuk toh rumah kita sendiri dan segeralah merubah pola pendidikan nasional sehingga mampu mencetak SDM profesional dibidangnya dengan diimbangi lapangan pekerja seluas luasnya ataupun dipupuk jiwa pengusaha pro rakyat kecil sehingga tak perlu lagi ada anak negeri yang merantau ke negara luar hanya demi segenggam beras.

Semoga bisa kita ambil hikmah untuk bersama bangkit dari keterpurukkan menuju kemandirian bangsa dalam segala hal.

Penulis adalah pemerhati sosial dan budaya masyarakat Indonesia dari Gerakan Prodemokrasi Kerakyatan.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme

*) Tri Darmiyati
• Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.
• Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)
Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005). Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
• Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme

1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

• Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme

1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
• Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme?
Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.
• Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.

Referensi
Jamli, Edison dkk.Kewarganegaraan.2005.Jakarta: Bumi Akasara
Krsna @Yahoo.com. Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.2005.internet:Public Jurnal

Memahami Kembali tentang Nasionalisme Indonesia

*) Syaharuddin
“….Sejarah nasionalisme Indonesia tidak selalu harus berkaitan dengan partai politik dan kolonialisme. Kebebasan yang merupakan salah satu jiwa yang penting dari nasionalisme dapat digunakan untuk melihat munculnya generasi muda yang memberontak terhadap berbagai tradisi”, (Bambang Purwanto, 2005).
Setiap tanggal 20 Mei, di negeri ini selalu diperingati Hari Kebangkitan Nasional. Terlepas bahwa hal itu masih merupakan polemik dengan Sarekat Islam (SI, 1905), namun ia penting diperingati sebagai sebuah refleksi positif bagi bangsa Indonesia. Peringatan Harkitnas menjadi sesuatu yang penting ketika ia dijadikan sebuah refleksi bagi bangsa yang sedang membangun dari berbagai aspek kehidupan. Paling tidak, seluruh komponen masyarakat ini, baik itu para penyelenggara negara (pemerintah) dan seluruh jajarannya, dan masyarakat pada umumnya memiliki kesadaran sejarah yang tinggi untuk kemudian dijadikan sebagai bahan pelajaran, bahwa dulu kita pernah bangkit. Kesadaran itu tentu sangat berpotensi untuk meningkatkan atau membangunkan kembali anak bangsa ini yang sedang tertidur lelap. Kesadaran ini sangat diharapkan pula mampu “membius” masyarakat Indonesia agar dapat berkarya yang lebih baik, produktif tidak konsumtif dan tentu dapat berkompetisi dan bersanding dengan negara-negara lain di dunia, atau paling tidak di Asia.
Selama ini, tentu kita telah mempunyai pemahaman sendiri-sendiri tentang cerita bagaimana proses bangkitnya masyarakat Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Cerita itu bisa saja diperoleh dari para guru sejarah, pemerhati sejarah, sejarawan atau dari buku-buku sejarah. Kesamaan cerita itu paling tidak memberikan gambaran bahwa, kebangkitan nasional muncul akibat kolonialisme. Tentu kesimpulan ini tidak seutuhnya salah, karena memang salah satu pemicu bangkitnya bangsa ini adalah karena adanya berbagai eksploitasi sumberdaya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak kedatangannya di Nusantara ini (VOC, 1602).
Kita semua tahu, berdasarkan buku sejarah yang telah kita baca, selalu menjelaskan bagaimana aktivitas Pemerintah Hindia Belanda selama ia menginjakkan kakinya di negeri ini. Namun dalam hal ini, saya tidak mengatakan bahwa Indonesia telah dijajah selama 350 tahun. Berbagai aktivitas itu, seperti adanya sistem tanam (cultuur stelsel, bukan tanam paksa), pemberlakuan berbagai pajak dan undang-undang yang membatasi kebebasan masyarakat pribumi, seperti ordonansi sekolah liar, ordonansi guru, ordonansi haji, dsb.
Kesalahan cara berfikir tentang nasionalisme muncul ketika disimpulkan bahwa bangkitnya bangsa ini hanya semata-mata karena adanya kolonialisme dan imprealisme. Kesalahan ini terus berlanjut, kita kita tidak mampu menjelaskan kepada peserta didik (pada semua tingkatan pendidikan) persoalan realitas sosial sejarah bangsa ini ketika dijajah. Apakah misalnya ketika kita tidak dijajah Belanda maka kita tidak akan pernah bangkit? Seharusnya pertanyaan ini dijawab “tidak”, dengan alasan bahwa bangkitnya masyarakat pribumi adalah karena menginginkan “kebebasan”, dan kehidupan yang lebih baik dari segala bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama.
Kenyataan tersebut mengharuskan kita untuk mendefinisikan ulang (redefinition) tentang nasionalisme Indonesia. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya memahami kembali realitas sosial pada masa lalu bangsa ini. Sehingga, sejarah tampak lebih adil dalam memberikan keterangan kepada masyarakat luas. Definisi ulang di sini, tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa apa yang telah disampaikan oleh para guru dan buku tentang kebangkitan nasional itu adalah salah, namun hanya ingin mengatakan bahwa perlu sedikit memahami jika dalam memahami nasionalisme itu tidak selalu berkaitan dengan kolonialisme.
Kolonialisme adalah sebuah entitas yang ada pada waktu itu, yang juga merupakan bagian faktor pendorong munculnya nasionalisme Indonesia. Namun, ada hal penting lainya yang seperti (sengaja) dilupakan, yakni memahami perasaan masyarakat pribumi (khususnya para pemudanya) pada waktu itu. Pada awal abad ke-20, para pemuda memahami arti penting sebuah “kebebasan” dan keadilan. Pemuda Cokro, Sutomo, Sukarno dan lainnya adalah orang-orang yang merasakan penting kebebasan dan keadilan yag harus terus diperjuangkan. Jadi, proseslah yang kemudian membentuk ide nasionalisme itu yang terakumulasi pada tanggal 20 Mei 1908, yakni terbentuknya organisasi sosial kultural Budi Utomo, dan puncaknya tanggal 28 Oktober 1928, yakni dilantunkan “Sumpah Pemuda”: satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa yakni Indonesia. Upaya para pemuda yakni dengan membentuk berbagai organisasi, baik organisasi kebangsaan, keagamaan dan sosial kultural, sebagai wadah untuk memperjuangkan nilai-nilai kebebasan dan keadilan itu. Muncullah kemudian Budi Utomo, Sarekat Islam (SI), Indische Partij (IP), PNI sebagai organisasi beraliran kebangsaan, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Musyawaratutthalibin (organisasi lokal terbesar di Kalimantan, 1931) sebagai organisasi keagamaan, serta berbagai organisasi sosial kultural seperti Taman Siswa (Tamsis).
Bagaimana para elite pemuda pribumi menggapai cita-cita kebebasan dan keadilan? Hal itu sangat tampak berbagai program dan orientasi organisasi yang mereka jalankan. Misalnya, SI sangat getol memperjuangkan ekonomi kerakyatan, yakni dengan usaha batik di Solo. Melalui gerakan itu maka diharapkan masyarakat Indonesia dapat hidup sejahtera tanpa tergantung kepada orang lain. Di samping itu, para elite SI juga berusaha melakukan upaya resistensi terhadap berbagai kecurangan-kecurangan dan penindasan yang dilakukan oleh para ambtenaar-ambtenaar bumi putera maupun Eropa. Bahkan, sesekali juga ia memperjuangkan Indonesia ke arah zelfbestuur (berpemerintahan sendiri). Apa yang dilakukan oleh para elite SI adalah jelas sebagai upaya kebebasan dari berbagai “penindasan” dan rasa keadilan. Ketika golongan Cina tampaknya “berselingkuh” dengan pemerintah kolonial, maka para elite SI dengan cepat tanggap merubah arah perjuangan yakni dengan meningkatkan usaha ekonomi rakyat agar dominasi Cina atas perdagangan dapat di atasi. Berbagai tradisi yang membatasi ke arah kemajuan, juga merupakan pemicu utama munculnya kebangkitan itu, Begitu pula dengan ide zelfbestuur adalah sebuah upaya untuk meraih sebuah hakekat kebebasan.
Karena itu, mungkin tidak berlebihan jika pemahaman kita tentang kebangkitan nasional atau nasionalisme Indonesia tidaklah selalu diidentikkan dengan kolonialisme, akan tetapi bagaimana kita memandang bahwa proses sejarah yang tampak merupakan sebuah upaya meraih cita-cita kebebasan dan keadilan. Atau sebuah upaya mendobrak berbagai tradisi yang memasung berbagai nilai-nilai kebebasan dan keadilan. Hal itu sangat tampak ketika berbagai elite kebangsaan (sekuler) dan agama (religious) secara bersama-sama melakukan aktivitas politik, ekonomi, sosial, budaya (pendidikan) dan agama, dalam rangka upaya mengangkat harkat dan derajat masyarakat pribumi sejak awal abad ke-20. Berdasarkan hal itu pula, maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah sebuah gejala modern yang muncul pada awal abad ke-20 di kota-kota kolonial. Hal ini penting disampaikan sebagai sebuah dekonstruksi atas fakta yang menyatakan bahwa nasionalisme Indonesia sudah ada sebelum abad ke-20.
*Penulis adalah tenaga pengajar Prodi Sejarah FKIP Unlam, email:fikri_025@yahoo, blog:www.syaharuddin.wordpress.com