Lanjut ke konten

REVIEW ATAS TULISAN WORST CASE SCENARIO : MIDDLE EAST

8 Desember 2010

*)  Toni Ervianto

Marvin J Cetron dan Owen Davies melihat bahwa krisis politik yang
terjadi di kawasan Timur Tengah mengindikasikan sejumlah kecenderungan
terkini yang memiliki dampak potensial terutama terkait dengan stabilitas kawasan di Timur Tengah, termasuk perekonomian dunia terutama pasokan minyak dimana hal ini disebabkan karena 31% produksi minyak dunia dihasilkan dari kawasan Timur Tengah ini. Menurut Cetron dan Davies dalam tulisannya yang berjudul “Worst Case Scenario : Middle East (Skenario Kasus Terburuk : Timur Tengah) ini pada intinya menulis bahwa “keterlibatan” Amerika Serikat dalam konflik Timur Tengah berimplikasi terhadap perekonomian Amerika Serikat, khususnya dalam hal kebutuhan pasokan minyak dan energi. Ada sejumlah argumen yang mendasari terjadinya krisis atau konflik di kawasan Timteng yaitu Iran yang mendukung kelompok ekstrimis Syik setelah dominasi Saddam Husein di Iraq. Militer Amerika Serikat datang untuk mencegah pendudukan negara Iraq oleh kelompok minoritas Sunni. Jika militer Amerika Serikat meninggalkan Iraq, Syria dan Arab Saudi akan terlibat keributan atau perdebatan terkait dengan Sunni, hal ini seperti diingatkan King Abdullah kepada Wapres AS Dick Cheney pada
Desember 2006. Sementara itu, Turki kiranya akan meraih keuntungan
jika terjadi chaos untuk menata konflik panjang dengan suku Kurdi di
Iraq bagian utara. Dibawah keadaan konflik di Timur Tengah, ada beberapa pertanyaan yang mendesak untuk dijawab yaitu apa dampak dari konflik regional di Timur Tengah terhadap Amerika Serikat dan sekutunya? Apa yang bisa dipengaruhi oleh pihak Barat dalam situasi seperti ini yang
menguntungkan untuk masa kini dan masa mendatang?
Sebagai contohnya, perang Irak jelas akan menginspirasi, merekrut,
melatih dan pertempuran yang semakin keras bagi generasi baru teroris
untuk mengalihkan perhatiannya kepada Amerika Serikat dan sekutunya,
khususnya Inggris dan Perancis. Setidaknya, Amerika Serikat mempunyai empat kepentingan mendasar di Timur Tengah yaitu masalah Israel, terorisme, non proliferasi nuklir dan minyak. Keamanan Israel adalah salah satu tujuan yang harus dijaga Amerika Serikat dalam konflik Timur Tengah, karena Israel adalah tipe demokrasi barat satu-satunya di Timur Tengah dan sekutu utama Amerika Serikat di Timur Tengah, hal ini disebabkan karena banyak politisi utama di Amerika Serikat memiliki kepentingan pribadi atau masih ada keturunan dengan Yahudi Israel.

Disamping masalah Israel, kepentingan AS lainnya di Timteng adalah
bagaimana memadamkan aksi terorisme khususnya di Mekkah Arab Saudi,
hal ini disebabkan karena terorisme adalah isu fundamental yang
melatarbelakangi hubungan AS-Israel. Bagaimanapun juga, perang di
kawasan regional ini akan semakin membawa banyak aksi terorisme
melawan Barat, dimana setidaknya disebabkan karena dua kemungkinan
yaitu perang all out antara Sunni dan Syiah akan mengurangi terorisme
anti Barat, hal ini dengan skenario kelompok ekstrimis dari berbagai
negara Islam akan datang ke Timteng untuk bertempur dalam berbagai
konflik dengan kepatuhan atau kemungkinan kedua yaitu kedua pihak
terlibat dalam perang bersaudara, dimana kelompok ekstrimis yang sudah
datang ke kawasan ini mendapatkan ancaman yang parah dari pemerintah
yang berkuasa. Konflik Timteng akan membahayakan ketersediaan minyak
bagi negara Barat pada beberapa tahun.

Kepentingan dasar lainnya AS di Timteng adalah masalah proliferasi
nuklir, khususnya yang dimiliki Iran yang dilaporkan bisa menyerang
Israel sewaktu-waktu. Sebenarnya, dikawasan Timteng ada beberapa
negara yang memproduksi nuklir seperti Turki, Mesir, Bahrain,
Jordania, Kuwait, Syiria, Oman, Qatar dan UAE. Beberapa kalangan di AS
juga mengingatkan perlunya secara realistik melihat kemampuan rudal
Iran apakah bisa mencapai jarak 3,500 Km sehingga dapat menjangkau
Iraq bahkan 5,000 Km yang bisa ditembakkan dari kapal selam sehingga
juga membahayakan AS seperti dilaporkan mantan Direktur Intelijen
Israel Shabtai Shavit.

Jika ada kemungkinan untuk menyerang program nuklir milik Iran, maka
Arab Saudi akan mengijinkan pesawat Israel melintasi wilayah udaranya,
karena ada adagium yang berlaku di kawasan Timur Tengah yaitu “musuh
dari musuh saya adalah teman saya”.
Persoalan nuklir di kawasan Timur Tengah ini menjadi semakin parah
ketika ada beberapa literatur yang bersifat rahasia yang menyebabkan
dalam konflik Timteng ada kemungkinan Pakistan memberikan bantuan
nuklir kepada kelompok Sunni dalam berperang melawan Israel.
Masalah lainnya yang memusingkan AS terkait konflik di Timteng adalah
munculnya resiko keamanan yang terus berlanjut akibat ketergantungan
pasokan minyak dari kawasan Timteng, dimana 2/3 kebutuhan minyak AS
diimpor dari Timteng. Tidak hanya AS yang tergantung kepada impor
minyak Timteng, namun ada beberapa negara lainnya yaitu Jepang, Eropa,
India dan Cina, sehingga berlanjutnya konflik Timteng dikhawatirkan
akan menimbulkan resesi ekonomi yang panjang atau kemungkinan depresi
di Amerika Serikat. Menghadapi kemungkinan berlanjutnya konflik Timteng, maka energy independence perlu dilakukan Amerika Serikat dengan cara pengeboran Arctic, membuat banyak kilang minyak, pembangkit tenaga nuklir, gasifikasi batubara dalam rangka menciptakan energi alternatif,
menciptakan energi yang terbarukan, dan pengembangan minyak serpih,
dimana AS memiliki deposit cadangan minyak ini sebanyak 1 trilyun
barrel. Pengadaan oil shale (minyak serpih) akan mengakibatkan
degradasi dan remediasi lingkungan. Tidak hanya AS saja yang akan terkena dampak konflik Timteng, namun sejumlah negara juga akan mengalami dampaknya antara lain Cina yang kemungkinan pertumbuhan ekonominya sebagai kekuatan global akan sedikit berkurang, Rusia akan mengambil keuntungan dari perang Timteng, karena negara-negara Barat akan sangat tergantung kepada minyak Rusia dan Rusia akan menjadi negara kaya, India akan mengamankan kecukupan minyak untuk negaranya sendiri dan beberapa negara Eropa lainnya tergantung kekuatan atom dan akan membuat
sejumlah reaktor dan minyak berasal dari India. Konflik Timteng yang berkepanjangan akan menimbulkan potensi kesuraman di berbagai belahan dunia lainnya, termasuk kemungkinan terjadinya kembali resesi ekonomi global seperti pada tahun 1930-an. Bagi Amerika Serikat, setidaknya ada 7 skenario terburuk terkait dengan konflik Timteng yaitu Amerika Serikat harus lepas dari Iraq, melakukan intervensi terhadap Israel terkait masalah Palestina, mendukung reformasi dalam Islam, defanging Pakistan karena Pakistan memiliki kemampuan membuat senjata nuklir yang lebih hebat dari Iran, mempersiapkan adanya keberlanjutan perang di Timteng, khususnya
terkait dengan persediaan minyak, pembangunan minyak serpih, menemukan dan mengembangkan secara cepat energi alternatif seperti solar, angin dan gelombang.

Menurut James Forest, Direktur Studi Terorisme di Akademi Militer AS
dan Pusat Perang terhadap Terorisme di West Point, perang regional
yang terjadi di Timur Tengah membawa beragam konsekuensi negatif bagi
AS yaitu banyaknya generasi muda baik laki-laki dan perempuan dengan
kemampuan gerilya yang baik direkrut Al Qaeda atau berafiliasi dengan
organisasi teroris lainnya, adanya penjualan senjata gelap, beragam
aktivitas kriminal dan pelanggaran HAM seperti genosida. Bagaimanapun
juga, konflik antara Israel dan Hizbullah pada tahun 2006 telah
memberikan efek global yang negatif terhadap harga-harga komoditas,
nilai tukar uang dan faktor-faktor ekonomi global lainnya.
Sementara itu, Prof Zianuddin Sardar (Guru Besar di City University
London) menyatakan, pada intinya tidak ada keamanan global yang bisa
tercapai tanpa adanya pengertian. Keamanan global akan terjadi jika
Amerika Serikat perlu mengetahui pada umumnya negara lain selain AS
dan khususnya Timur Tengah. Bagaimanapun juga, masa depan Timur Tengah
masih suram, karena perang melawan teroris akan tetap berlanjut.
Perang adalah neraka yang memunculkan kebencian-kebencian baru dan
teroris baru yang dilahirkan ataupun yang dipelihara.
Walaupun ditulis pada tahun 2007, tulisan yang dibuat Marvin J Cetron
dan Owen Davies ini masih relevan dengan perkembangan situasi dan
kondisi terkini di kawasan Timur Tengah. Dalam perkembangan
terakhirnya, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyambut baik usulan
Kepala Bagian Politik Uni Eropa, Cathrine Ashton atas nama kelompok
negara P5+1 (AS, Inggris, Perancis, Rusia, RRC dan Jerman) yang
menginginkan digelarnya kembali perundingan nuklir Iran pada
pertengahan November 2010. Menurut Ahmadinejad, negara-negara Barat
tidak mempunyai pilihan lain selain berunding dengan Iran, tetapi
dalam perundingan nanti Iran tidak akan melepaskan haknya untuk
melanjutkan program nuklirnya. Meskipun telah mengeluarkan 4 sanksi
terhadap Iran, namun DK PBB sejauh ini belum mampu memaksa Iran
menghentikan program nuklirnya.

Sementara itu, pada 17 Oktober 2010, Presiden Palestina Mahmoud Abbas
dalam wawancara dengan TV Israel di Jerussalem mengingatkan
kemungkinan peningkatan ekstrimisme jika proses perdamaian
Israel-Palestina mengalami kegagalan. Disamping itu, Palestina tidak
harus mengakui Isral sebagai “negara Yahudi” sebagai imbalan bagi
penghentian pembangunan permukiman Yahudi di tanah Palestina. Menurut
Abbas, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) telah mengakui hak Israel
sesuai dengan kesepakatan Oslo tahun 1993.

Penulis adalah mahasiswa Program Pasca Sarjana Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indonesia

From → Uncategorized

Tinggalkan sebuah Komentar

Tinggalkan komentar